Kakan Kemenag Wajo: Deteksi Dini Kunci Hadapi Potensi Konflik Keagamaan

Sengkang (Kemenag Wajo) – Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Wajo, H. Muhammad Subhan, membuka secara resmi kegiatan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema “Penguatan Deteksi Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan Tingkat Kabupaten Wajo”, yang dilaksanakan oleh Seksi Bimas Islam Kemenag Wajo pada Selasa, 15 Juli 2025, bertempat di Kantor MUI Kab. Wajo, Jl. Masjid Raya Sengkang.

Dalam arahannya, H. Muhammad Subhan menyampaikan bahwa konflik sosial bernuansa keagamaan masih menjadi potensi nyata di masyarakat Indonesia, termasuk di Kabupaten Wajo. Ia menekankan pentingnya deteksi dini dan pelaporan kondisi riil kehidupan keagamaan di lapangan agar potensi konflik dapat dicegah sebelum membesar.

“Konflik keagamaan ini sangat sensitif. Ibarat sampah yang disiram bensin, mudah terbakar ketika bahasa agama dipakai untuk memprovokasi,” tegasnya.

Ia memaparkan bahwa berdasarkan data nasional, terdapat puluhan kasus konflik keagamaan yang terdeteksi sejak 2019 hingga 2023, baik antar umat beragama maupun dalam internal satu agama. Kasus-kasus tersebut meliputi pemaksaan identitas keagamaan, pengaturan penggunaan pengeras suara rumah ibadah, hingga pendirian rumah ibadah tanpa memperhatikan regulasi.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa moderasi beragama harus terus diperkuat dengan melibatkan berbagai pihak, khususnya para penyuluh agama. Penyuluh, menurutnya, adalah agen utama dalam menangkal paham-paham menyimpang dan menjaga harmoni sosial melalui dakwah yang sejuk dan solutif.


“Kita di Wajo bersyukur karena punya ratusan penyuluh agama yang aktif di 14 kecamatan. Mereka adalah garda terdepan dalam menjaga kedamaian di masyarakat,” tambahnya.

Kegiatan FGD ini juga sekaligus menjadi bagian dari pelaksanaan Sistem Peringatan Dini Konflik Sosial Berdimensi Keagamaan, sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 332 Tahun 2023. Para peserta diberikan link kuesioner yang langsung terhubung ke sistem pusat untuk memetakan potensi konflik keagamaan secara digital dan terintegrasi.

Dengan menghadirkan perwakilan dari ormas keagamaan, penyuluh, tokoh masyarakat, serta pemuka agama, kegiatan ini diharapkan menjadi langkah awal untuk memperkuat jejaring informasi dan mempercepat respons terhadap gejala sosial yang berpotensi konflik. (jo)